07 Mei 2008

Pemberitahuan

Kuncennya pindah ke sini

04 Februari 2008

Nasib “Bangsa Tempe”

Seorang penjual gorengan langganan saya bilang: “Mas, karena terigu dan minyak goreng mahal, mungkin awal bulan depan nih bakalan seribu rupiah sebiji,” katanya saat saya tanya harga tempe dan bakwan goreng, yang dijualnya saat ini kok udah naik jadi lima ratus rupiah sebiji, padahal ukurannya segede-gede upil (backsound: ih, itu masih mending dong, daripada upil yang segede-gede bakwan!)

Sobat, kita bisa ngerasain sih gimana susah dan beratnya kondisi ekonomi saat ini. Penjual gorengan di atas sekadar satu contoh, kita masih yakin ada banyak ribuan pedagang lainnya yang kebingungan jualan. Naikkin harga atau ngurangi ukuran barang dagangannya, sama-sama nggak enak. Kasihan ya? Belum lagi di rumah tangga, kalo ini sih hampir seluruh rumah tangga di Indonesia kayaknya perlu deh yang namanya terigu dan minyak goreng. Total bisa jutaan orang yang merana gara-gara naiknya harga sebagian bahan pokok tersebut.

Bro, kita juga kemarin-kemarin sempat dibuat kalang-kabut waktu tempe dan tahu ngilang dari peredaran, padahal bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah, kebutuhan protein paling mungkin adalah disuplai dari tahu dan tempe. Kalo ngarepin daging kayaknya tinggal impian aja (iya, masa’ sih mo nekat makan daging sendiri?”), terus berhenti berharap juga untuk dapetin telur karena harganya latah ngikut naik. Tapi gimana jadinya kalo sumber protein yang murah-meriah macam tempe dan tahu aja susah didapat? Sedih banget deh nasib kita-kita.

So, sebagai remaja bukan berarti kita berhenti atau ngelewatin pembahasan kayak beginian. Justru sebaliknya kita wajib peduli dengan kondisi seperti ini. Syukur-syukur kalo kemudian bisa memberikan kontribusi atau sumbangan pemikiran untuk nyadarin masyarakat tentang kondisi kita saat ini dan sebaiknya apa yang kudu dilakukan untuk menghadapi persoalan ini. Tul nggak sih? Jangan diem aja, apalagi PPH (Puluhak Polohok Heuay—itu bahasa Sunda, artinya: Bengang-Bengong, Nguap aja! Hihihi).

Boys and gals, remaja macam kita seharusnya nggak usah malu ngebahas dan tahu soal ini. Jangan cuma bisanya ngabisin duit jatah dari ortu untuk jajan menuhin perut aja atau untuk dugem semata. Kalo kita udah ngeh dengan persoalan ini, kan kita bisa ngasih pendapat untuk nyari jalan keluar dari problem ini. Setuju kan, Bro en Sis?

Kita bisa mandiri, kok
Tempe dan tahu yang sempat ngilang dan dicari-cari banyak orang ternyata bahan dasarnya, yakni kacang kedelai malah diimpor. Sekitar 60% adalah hasil impor dari Amerika Serikat. Maklum, konon kabarnya lebih baik ngimpor karena harganya murah ketimbang harus memberikan subsidi untuk produksi pertanian kedelai di dalam negeri yang belum tentu hasilnya bagus. Padahal, sekadar tahu aja ya, kebijakan impor ini bisa berdampak nggak sehat dan rawan manipulasi serta mudahnya mempermainkan harga. Bener lho. Bagi pengusaha importir yang nakal, atau kalo pun dikelola oleh badan negara tapi mental pejabatnya bobrok, ya bisa juga tuh barang ditimbun dulu. Nggak disalurkan langsung. Nah, ketika masyarakat panik nyari, baru deh dikeluarin tuh kacang kedelai kemudian dijual dengan harga mahal. So, yang menanggung derita adalah pengusaha kecil pembuat tempe dan tahu, penjualnya, serta end user macam kita-kita ini. Hmm.. itu sih ‘pembunuhan’ massal secara perlahan-lahan namun pasti.

Bro, kalo emang kita ingin lebih mandiri, sebenarnya bisa kok. Iya, kita nggak mesti bergantung terus kepada orang lain atau pihak lain. Sementara kita hanya ongkang-ongkang kaki pengen nerima enaknya aja sambil berharap harga-harga murah. Beuuuh itu sih namanya Pungguk merindukan planet pluto (backsound: kalo pluto masih dianggap planet saat ini). Iya, maksudnya susah alias nyaris mustahil bisa menyelesaikan masalah, gitu lho.

Mandiri di sini maksudnya adalah kita bisa memberikan kesempatan kepada para petani kedelai di sini untuk menanam kedelai dan menjualnya dengan harga yang layak, bukan lewat para tengkulak tapi langsung ke badan pemerintah yang menangani persoalan ini seperti Bulog, misalnya. Jangan dibiarkan seperti sekarang, petani berjuang alone alias sendirian melawan importir yang jaringannya sudah menggurita di mana-mana. Kasihan deh para petani kedelai yang harus berjuang sendirian, wong klub sepakbola Liverpool aja masih punya dukungan dari liverpudlian alias fans berat Liverpool dan punya lagu ‘kebangsaaan’ You Will Never Walk Alone untuk menyemangati tim kesayangannya saat bertanding melawan rival-rivalnya.

Jika mekanismenya benar dan baik, insya Allah kita nggak usah berharap banyak kedelai buatan asing, gitu lho. Sebab, kalo dibiarin kayak gini—berharap dari barang impor, kita nggak punya bargaining position alias posisi tawar, bahkan untuk ngurus makanan “rumahan” dan murah seperti tempe dan tahu kesannya jadi nunggu jatah dan belas kasihan pihak lain. Hehehe, kalo dipikir lebih lanjut, mungkin kita bisa ketawa sendiri, jangankan bersaing di bidang teknologi komunikasi dan militer, wong mau produksi tempe dan tahu aja bahan bakunya nunggu jatah dari Amerika. Tragedi buanget, rek!

Memang sih nggak semudah ngebalikkin telapak tangan ngurus kayak ginian, tapi bukan berarti nggak bisa dilakukan kan? Asal ada kemauan dan usaha yang dilengkapi dengan doa, insya Allah nggak ada yang nggak mungkin untuk diraih. Kita jadi mandiri ke depannya dan nggak manut saja dengan kebijakan yang ada jika hal itu memang merugikan bahkan menyengsarakan diri kita dan seluruh masyarakat di negeri ini. Setuju?

Jangan impor budaya dan gaya hidup
Yup, kalo kekurangan beras dan kekurangan kacang kedelai sebagai bahan baku tempe dan tahu kemudian jalan keluarnya adalah ngimpor dari negara lain, mungkin kita masih bisa bertahan hidup dan sehat jasmani walaupun kudu keluar duit lebih banyak. Tapi gimana jadinya kalo yang diimpor adalah budaya dan gaya hidup yang rusak bin bejat?

Hmm.. kita udah bisa saksikan sendiri bahwa beberapa budaya negeri ini udah kalah pamor dengan budaya asing. Apalagi kalo bicara budaya Islam, mengingat sebagian besar penduduk negeri ini adalah kaum muslimin, wuih, jauh banget deh. Budaya Islam sebagai identitas kehidupan malah diilangin dan diganti dengan budaya sekuler yang jelas-jelas hasil impor dari bangsa lain.

Oya, impor-mengimpor sebenarnya boleh-boleh aja, selama yang diimpor adalah hal yang mubah macam barang kebutuhan pokok golongan pangan, atau ngimpor barang sandang sekalipun termasuk teknologi nggak masalah selama hal itu memang nggak ada hubungannya dengan akidah atau ideologi tertentu yang bertentangan dengan ajaran Islam saat harus menggunakan produk tersebut.

Nah, yang jadi masalah adalah kalo yang diimpor itu adalah sesuatu yang berbahaya, seperti gaya hidup yang bertentangan dengan ajaran Islam. Oya, untuk yang mubah sekalipun, tapi kemudian upaya impor itu bikin kita nggak mandiri dan malas tentu bisa membahayakan juga. Karena kita jadi tergantung banget dengan negara lain untuk memenuhi hajat hidup kita tersebut. Tul nggak sih?

Sobat muda muslim, jangan sampe kita diperparah di berbagai sisi. Udah mah kita merana karena kebutuhan bikin tempe dan tahu aja harus nunggu jatah impor, untuk makan nasi aja harus menanti kucuran beras impor, eh untuk ngatur kehidupan kita pun malah rela menggunakan produk impor. Lengkap sudah penderitaan kita.

Kaum muslimin, tentunya hanya wajib menggunakan produk budaya dari Islam, bukan dari impor budaya asing yang bertentangan dengan Islam. Maka, aneh bin ajaib kalo ada seorang muslim yang menjadi aktivis berat seks bebas. Sebab, seks bebas tak pernah ada dalam ajaran Islam, dan itu hanya ada di jaman pra Islam dan jaman sekarang yang menganut ide liberalisme. Tentu saja, itu produk impor budaya yang membahayakan kehidupan kaum muslimin jika diadopsi oleh kaum muslimin untuk mengatur kehidupannya.

Demokrasi, HAM, sekularisme, liberalisme dan segala turunannya sama sekali bukan produk budaya Islam, tapi itu produk impor dari ideologi lain. Namun amat disayangkan, ternyata banyak kaum muslimin yang lebih bangga menyandang gelar liberal atau sekuler ketimbang menyandang gelar muslim yang taat kepada ajaran Islam. Anehnya pula, ternyata banyak intelektual muslim yang lebih merasa percaya diri berpegang teguh kepada demokrasi dan HAM ketimbang kepada al-Quran dan produk akidah dan syariat Islam lainnya. Tapi, inilah kenyataan di depan mata kita, di lingkungan yang setiap hari kita diami dan kita terlibat di dalamnya. Betapa parahnya kehidupan kaum muslimin. So, hentikan diam kita. Jangan sampe nasib “bangsa tempe” berpenduduk muslim terbesar ini mentalnya makin lembek dan kian keropos digerus liberalisasi gaya hidup dan dihempas kemiskinan yang kian menjadi-jadi.

Jalan keluar
Sebenarnya kita bisa mandiri dan bahkan kehidupan kita akan mendapat berkah dari Allah Swt. jika kita tetap berpegang teguh (beriman dan bertakwa) pada keyakinan agama kita. Allah Swt. berfirman:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS al-A’raaf [7]: 96)

Tapi yang terjadi sekarang? Beeuuh! Malu banget deh kalo harus ngomongin keimanan dan ketakwaan di antara kita. Bisa dibuktiin sendiri faktanya. Mana mungkin kalo beriman dan bertakwa dengan mantap masih aktif seks bebas, korupsi, membunuh, mencuri, memperkosa, menipu, ngisep ganja, pamer aurat, dan ragam tidak kriminal dan perilaku asusila lainnya yang nyaris setiap hari bisa kita tahu beritanya di media massa atau menyaksikan sendiri di lingkungan sekitar.

Maka, untuk memperbaiki nasib kita saat ini, ada beberapa langkah yang kudu ditempuh dengan benar dan baik: 1) perkokoh akidah islamiyah; 2) taat syariat Islam; 3) semarakkan dakwah Islam. Sementara untuk menempuh tiga jalan di atas, cara paling efektif adalah belajar. So, kalo emang mau berubah, tekadkan dengan kuat untuk mulai belajar tentang Islam dengan benar dan baik. Agar kehidupan kita lebih baik lagi dari sekarang. Lebih mandiri dan lebih kuat. Cukup sudah nasib buruk “bangsa tempe” sampe di sini saja. Kita songsong kehidupan yang lebih baik dan mandiri dengan landasan keyakinan dan prinsip hidup yang kokoh dan kuat, yakni akidah Islamiyah. Tetap semangat! [solihin: sholihin@gmx.net]
sumber: disini

Kewajiban-Kewajiban Praktis Kader Dakwah



Diantara tanda lemahnya komitmen seorang dai ialah lemah dalam melaksanakan kewajiba-kewajiban praktis yang diberikan oleh dakwah, sehingga orientasi dakwah berada di satu sisi sementara aktifis berada di sisi lain yang bersebrangan.

Dakwah mengajak manusia agar mengerjakan kebaikan dan melarang mereka dari kemungkaran, tetapi dia justru mencegah kebaikan dan mengerjakan kemungkaran.

Sayyid Quthb berpesan, “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan yakin dengan hari pembalasan tidak akan menunggu izin (penugasan) untuk mengerjakan kewajiban. Mereka tidak akan malas menjawab panggilan jihad di jalan Allah dengan harta dan nyawanya, namun dia akan segera melakukannya, baik dalam keadaan senang maupun susah saat menerima perintah Allah, sebagai bukti ketaatan kepada perintah-Nya dan keyakinan atas pertemuan dengan-Nya akan mengajukan diri secara sukarela sehingga tidak perlu menunggu perintah apalagi izin dari orang lain.

Ada beberapa motifasi dan sebab seseorang bias lebih proaktif dalam berdakwa.
1.Taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
2.Cinta terhadap sesama.
3.Melaksanakan kewajiban dan menghindari kelalaian.
4.Mendambakan pahala.
5.Mencari alasan untuk bertanggung jawab di hadapan Allah.
6.Kemungkaran yang berkembang mendorong aktifis untuk melakukan perbaikan (islah).
7.Aktifitas dan usaha para penghancur dakwah mendorong aktifis untuk bangkit dan memberi perlawanan.
8.terlalu banyak kewajiban dan sedikit waktu membuat aktifis mengerahkan seluruh kemampuannya.
9.Sumbangan kontribusi dan berkorban sesuai kemampuannya.

Kemandirian adalah bukti ketulusan bergabungnya seseorang dengan dakwah dan indicator pemahaman yang tinggi terhadap agama dan dakwahnya.

Jangan menganggap diri sendiri lemah dan tidak mampu berbuat. terlalu menyanjung orang lain dengan menganggapnya sempurna. Karena hal tersebut akan membuat kesempatan emas untuk mendapatkan pahala.

Jangan selalu menunggu perintah untuk bergerak, jangan selalu merasa bahwa sendiri itu pikirannya tidak lebih baik dari qiyadah.

Intinya aktifis dakwah harus memiliki inisiatif tampa harus menunggu penugasan utau perintahuntuk bergerak.

Setiap aktifis dakwah harus meneladani Rasullulah dalam setiap aktifitas dan gerakan. Siap menunaikan kewajiban finansial untuk dakwah. Sebagai bukti keikutsertaan yang tulus dalam dakwah adalah menjulurkan bantuan finansial/ kekayaan untuk mendukung berbagai kegiatan.
Sebagai contoh kasus dalam pembangunan masjid di Ismailayyah. Ketika ketua Jamaah Ikhwan di wilayah itu menganjurkan agar para anggota menyumbang, seseorang yang berpropesi ebagai tukang menyumbang 1,5 pound pada hari ketiga sejak anjuran itu diumumkan. Padahal ia seorang tukang yang miskin. Ia mendapatkan uang itu awalnya ingin berhutang, tapi ia urungkan. Lalu ia usaha, tapi tidak mudah. Dia tidak punya pilihan lain selain menjual sepeda miliknya yang selama ini menjadi satu-satunya transportasi untuk pulang dan lergi ke tempat ia bekerja yang berjarak 6 km. Namun ia tetap menjual dan menyumbangkan hasil penjualannya. Dia telah melakukan dua hal sekaligus: tepat waktu dan menyumbang.

Menjaga teguh sarana-sarana tarbiyah yang telah ditentukan oleh jama'ah

Puasat-pusat tarbiyah merupakan pilar yang sangat pentingdan sarana permanent yang sangat dibutuhkan untuk mendidik segenap jamaah dakwah. Sarana ini merupakan kunci rahasia kekuatan dakwah yang tiada tara ketika menghadapi berbagai hantaman musuh.

Agar sukses, usrah harus menjalankan rukun-rukunnya dan berusaha merealisasikan dengan baik. Rukun-rukun tersebut adalah perkenalan (ta’aruf), saling memahami (tafahum), dan solidaritas (takaful).
Seliain itu ada unsure lain yang memiliki kedudukan sama dengan tiga rukun yang dicetuskan oleh Imam Hasan Al-Banna, unsure itu ialah murobbi (pendidik), murobba (anggota yang dididik), dan manhaj (kurikulum).

Murobbi ialah pilar utama, fondasi dan penompang isroh didalam mendukung suksesnya sarana ini (usrah) dan mencapai tujuan-tujuannya. Setiap murobbi harus menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab, tugas, dan bebean dakwah yang sangat berat, yang tidak sanggup dipikul oleh gunung sekalipun.

Bagaimana cara merealisasikan rukun-rukun usrah,
Pertama perkenalan (ta'aruf), rasakan ukhuwah berusaha menjalin hubungan baik dan selalu membaca ayat-ayat Al Qur’an dan hadist sebagai pusat perhatian.
Kedua saling memahami (Tafahum), beristiqomah dam bermuhasabah (evaluasi diri).
Ketiga soladiritas (takaful), saling menolong dan membantu saudaranya setiap ada kesempatan.

Percaya dan hormat kepada qiyadah dalam setiap keputusan dan tindakan.
Ini merupakan indikator yang jelas atas tulusnya keikutsretaan dalam barisan dakwah. Sedangkan lemahnya komitmen kepada dakwah, maka segenap aktifis terjebak dalam keraguan dan tuduhan palsu yang dikembangan oleh musuh dakwah dan para penyusup. Kurangnya tanggung jawab dan kepercayaan kepada pemimpin menipis.

Ukhuwah adalah benteng yang kokoh untuk menjaga barisan dakwah dari keretakan dan perpecahan. Kekuatan persatuan dan ukhuwah menempati posisi kedua setelah kekuatan aqidah dan iman dalam perspektif dakwah, lalu di susul dengan kekuatan materi dan senjata.

Menjaga lisan agar tidak membicarakan aib orang lain. Ini dikarenakan bila membicarakan aib orang lain akan berakibat panjang hingga menyulut kebencian orang lain, menodai kehormatan, dan menjadikan mereka sesama orang yang tidak berkepentingan baik. Berdasarkan ini, kita dapati Al Quran pun memberi sanksi yang sangat keras kepada orang yang menuduh. bahkan sanksi itu hampir setara dengan sanksi yang diberikan bagi orang yang berzina, yakni dicambuk sebanyak 80 kali dan tidak diterima kesaksiannya.

Diantara kewajiban ikhuwah paling utama yang harus dijaga adalah saling menasihati. karena hukum nasihat adalah wajib bagi setiap aktifis dakwah agar akwah tetap bergulir, sehingga berhasil meraih tujuannya dan mencapai sasarannya dengan tetap berada pada jalur yang benar. Nasihat adalah salah satu bukti cinta sejati karena Allah. Sebab, orang yang menasihati saudaranya sangat berharap saudaranya itu menjadi baik.

Aktif dan selalu menghadiri kegiatan-kegiatan umum yang diadakan jamaah. Menjadi aktifis dakwah jangan selalu mencari-cari alasan untuk meninggalkan kegiatan-kegiatan umum dakwah, memandangnya sebelah mata, atau menganggap kehadirannya dalam acara tersebut tidak [enting. Karena menyukseskan kegiatan dakwah adalah tanggung jawab setiap aktifis.

Mengikuti perkembangan berita jamaah mempengaruhi dakwah, baik secara positif maupun negative. Orang-orang mu’min ibarat satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh sakit maka seluruh badan akan ikut merasa sakit dan demam.
Jangan membuang waktu percuma. Bias saja seorang aktifis berjam-jam di depan televisi atau radio untuk mengkuti berita di berbagai belahan dunia, atau menghabiskannya dengan membaca Koran dan media massa lainnya. Waktu seorang da’i itu mahal.

Mengikuti perkembangan berita dakwah merupakan bagian dari loyalitas terhadap dakwah, loyalitas kepada orang-orang yang beriman


Citayam, 02 Febuari 2008